Monday, June 27, 2016

Pendirian Perpustakaan Desa Tapak Kuda bersama Goodreads Medan


Bulan suci Ramadahan inginnya selalu  diisi dengan kegiatan yang bermanfaat pula.  Kali ini saya ingin berbagi cerita seputar kegiatan Ramadhan namun gak jauh-jauh dari namanya buku dan perpustakaan. Goodreads wilayah Medan yang membentuk komunitas bernama Medan Membaca bekerja sama dengan Yayasan Fondasi Hidup dan Forhati , mengadakan kegiatan donasi buku untuk membantu pendirian perpustakaan di Desa Tapak Kuda, Kec. Tanjung Pura, Kab. Langkat Sumut. Pengumpulan buku ditempatkan salah satunya di Perpustakaan LIA di tempat saya bekerja  (markas Goodreads kebetulan disitu juga) sebenarnya cukup mendadak, hanya 4 (empat) hari , namun diluar dugaan buku yang terkumpul mencapai ratusan buah. Buku-buku tersebut terdiri dari buku anak-anak , buku pelajaran, buku-buku Agama Islam hingga Alquran , baik baru maupun bekas.

Perwakilan Goodreads Medan ( Komunitas Medan Membaca)

Perjalanan kami menuju lokasi harus melalui medan yang cukup berat. Jalanan belum beraspal dan dikanan-kiri masih ilalang, ditambah dengan cuaca yang panas dan kondisi sedang berpuasa, namun tidak mengurangi semangat  kami untuk berpartisipasi dalam kegiatan ini.


Desa Tapak Kuda, Kab. Langkat Sumut
Donasi buku yang terkumpul

Kegiatan Donasi buku yang dilakukan pada hari Minggu, tanggal 26 Juni 2016  tersebut dimeriahkan dengan beberapa kegiatan lain , yaitu penyuluhan mengenai gizi dan pola asuh yang akan diberikan oleh Yayasan Fondasi Hidup dan Forhati, sedangkan acara bersama anak-anak berupa membaca estafet dan tips merawat buku di rumah dibawakan oleh komunitas Goodreads Medan, juga ada beberapa games ringan, dongeng pengantar, dan pembagian bingkisan untuk anak-anak disitu. Kegiatan bersama anak-anak ditempatkan di sebelah balai desa, sebuah rumah panggung terbuka dari kayu, yang biasanya dipakai oleh anak remaja Mesjid dalam berkegiatan, dikarenakan perpustakaan desa masih dalam proses pembangunan. Mereka terlihat antusias saat di ajak membaca estafet , bernyanyi, dan bergembira bersama. Kegiatan ini ditutup dengan doa, berfoto bersama, dan pemberian tanda mata dari Yayasan Fondasi Hidup dan Forhati kepada Kepala Desa Tapak Kuda.

Kak Pera sedang bermain games interaktif bersama anak-anak di Desa Tapak Kuda

Bersama anak-anak setelah membaca dongeng secara estafet
Mengajarkan anak-anak cara merawat buku di rumah
Bersyukur sekali kegiatan ini berjalan dengan lancar, dan didukung oleh penduduk setempat, seperti Kepala Desa yang menyambut kami dengan hangat dan ibu-ibu disana yang katanya sudah tidak sabar ingin membaca buku. Semoga kerjasama ini tidak terhenti sampai disini saja dan kami bisa melihat  perpustakaan desa itu beroperasi.

Berfoto bersama dengan Forhati Sumut dan Yayasan Fondasi Hidup

Friday, June 17, 2016

Bekerja dengan Hati : Catatan Kecil Seorang Librarian


“Kak, kakak sudah tamat kuliah ya?” Atau “Kak, kakak kuliah jurusan apa sih?” Pertanyaan seperti itu kerap dilontarkan setiap pengunjung perpustakaan yang memang kebanyakan anak-anak remaja, mulai dari SMP, SMA, hingga kuliah. Saat saya mengatakan jurusan ilmu perpustakaan , mereka lantas mengerutkan dahi, “ Itu yang dipelajari apa aja sih, Kak?” Saya tersenyum mendengarnya karena pertanyaan seperti itu sudah keseribuduaratusduapululuhdua kali ditanyakan. Setelah saya menjelaskan sedikit tentang sistem klasifikasi DDC, baru mereka akan ber oohh..oohh, “Sulit juga ya kak?” Saya sesungguhnya baru menjelaskan seujung kuku tentang ilmu perpustakaan yang saya tahu, karena ilmu perpustakaan  bukanlah sekedar tahu menyusun buku saja, tapi mencakup manajemen, sistem informasi, strategi pengembangan koleksi, pemasaran, juga masalah klasifikasi dan indexing  yang menjadi dasar utama seorang librarian.

Meja baca untuk pengunjung perpustakaan

Saya merasa tidak ada yang aneh dengan sebuah profesi, apapun bentuknya, asalkan  dilakukan dengan cinta. Bekerja menjadi tidak seperti bekerja.  Saya mencintai profesi ini seperti halnya saya mencintai buku sejak saya kecil. Saya merasa bahagia  jika melihat tumpukan buku di rak dan setiap saya ke toko buku, saya suka mencium aroma khas toko buku itu dan menghirupnya perlahan, membuat saya relaks. Teman saya suka menertawakan kebiasaan aneh ini, saya cuma bisa ikut tertawa.  Saya senang berinteraksi dengan para pengunjung yang datang, saya senang jika mereka bisa mendapatkan buku yang mereka cari, saya senang menjelaskan prosedur pendaftaran anggota, menghadapi berbagai keluhan, kritik, dan saran untuk perpustakaan, hingga mengumumkan pemenang bagi member yang paling aktif membaca di perpustakaan saya. Sebagian orang memandang sebelah mata dengan profesi saya ini, namun hal itu sudah menjadi hal yang lumrah mengingat dunia perpustakaan di Indonesia tidaklah sepesat di Negara Eropa ataupun Amerika. Profesi tertentu dianggap sebuah prestise bagi seseorang. Seolah-olah sebuah profesi menjadi penentu tingkat status sosial yang menaikkan gengsi seseorang di mata masyarakat. Namun bagi saya ketenangan batin dalam bekerja adalah hal yang utama, tidak sekedar gaji besar dan pangkat tinggi. Ketenangan dan kenyamanan lingkungan dalam bekerja adalah sesuatu yang berharga dan tidak bisa dibayar dengan uang.

Children's Corner : Pojokan kecil tempat anak-anak membaca dan belajar

Saya ingat cerita seorang kakak angkat saya yang sudah saya anggap mentor dalam hal agama, bahkan rela melepas profesinya di sebuah institusi pemerintahan yang bergengsi karena ia merasa tidak sesuai dengan kata hatinya. Mungkin banyak orang yang menganggap ia bodoh, karena melepas karir yang cemerlang di usia yang relatif muda, tapi saya beranggapan dia telah berbuat hal yang benar.  Mungkin ia setuju dengan pendapat Rene Suhardono bahwa pekerjaan bukanlah karir. Ia merasa  pekerjaannya tidak membuat ia bahagia  dan ia memilih untuk melepaskan. Saya percaya ia melakukannya dengan penuh pertimbangan. Butuh waktu lima tahun baginya untuk  memutuskan hal besar tersebut. Saya salut padanya , disaat orang  tergiur dengan harta,  jabatan, dan status sosial betapapun tekanan yang dihadapi , ia memilih untuk berkarir  di tempat lain yang dianggapnya sesuai passion : mengajar. Seorang kakak berhati lembut  dan lapang, ia harus merelakan  untuk membayar ganti rugi yang tidak sedikit atas keputusannya meninggalkan pekerjaan lamanya tersebut.

Tumpukan buku-buku yang baru masuk di meja kerja saya

Terlepas dari semua itu, apapun profesi itu sama baiknya, asalkan halal dan tidak merugikan orang lain. Semua profesi akan baik adanya jika kita sepenuh hati memberikan kontribusi positif dalam menjalaninya. Semua profesi patut dihargai. Saya bertemu dengan berbagai profesi di pekerjaan saya, seorang dokter muda yang sangat concern belajar TOEFL agar bisa melanjutkan studi di bidang spesialis jantung di sebuah universitas ternama di Jakarta, seorang yang berprofesi sebagai konsultan IT yang bercita-cita  sebagai entrepreneur muda, seorang yang berprofesi  sebagai guru, banker, dosen, pendeta, bahkan seorang yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga pun, jika ia jalani dengan sepenuh hati, tentu akan memberikan perkembangan yang baik bagi anak-anak dan keluarganya. Menurut Arvan Pradiansyah, seorang coach dalam karier, tingkat tertinggi dari pencapaian karier seseorang bukanlah uang atau jabatan , tapi happiness atau kebahagiaan. Sudahkah kita mencapai tingkatan tersebut? Sudahkah kita bekerja dengan hati? Jika belum, cobalah tanya kembali hati kita, listen to your heart and find your passion.